Jika suatu saat kita sudah tidak ada lagi, bagaimanakah pandangan anak terhadap sosok kita? Sudahkah kita persiapkan itu. Menjadi org tua yang dikenang karena mengeluh, atau ia bangga kepada kita.
Dari kecil, saat pulang sekolah atau pergi ke desa-desa di seputar kecamatan kami, saya sering ditanya oleh orang-orang. "Anak siapa?"
Dengan bangga saya menjawab, "Saya Aneuk Teungku Aiyub Meunasah Tuha." Sambil tersenyum dan optimis.
Sedari saya SD, saya tahu ayah saya memang memiliki fans tersendiri dari berbagai kalangan diseputaran desa kami. Bagaimana tidak, namanya sesuai dengan cerita hidupnya. Aiyub. Kisah nabi Aiyub yang diberikan berbagai ujian dalam hidup, namun kesabarannya diluar batas logika manusia biasa.
Meski ngak seberat ujian para Nabi, ujian hidup ayah kami termasuk luar biasa. Dan kami belum pernah berjumpa org sekitar kami yang sesabar ayah. Mungkin ada, tapi jarang dijumpai.
Mulai tahun 97' usaha Ayah yang turun temurun dengan kakek itu bangkrut di Sabang. Awalnya punya banyak pegawai, sampai tidak ada yang bersisa.
Akhirnya pulang ke Sibreh, Ayah mulai kerja serabutan. Beliau memang hampir ngak punya pengalaman kerja fisik.
"Ayah kalian kan, dulu anak mudah (cukup berada kala itu), dimanjain sama keluarga. Ngak kayak Mamak, berjuang sendri dari kecil." Ucap mamak suatu ketika.
Saat itu aku juga paham, kenapa ayahku sangat berkasih sayang. Karena ia bisa tumbuh dengan ideal, tanpa tantrum. Masalah ekonomi tercukupi. Beda dengan Mamak yang sedari kecil harus berjuang sendiri, karena kakek punya banyak anak.
Karena ayah tidak berpengalaman kerja fisik, suatu ketika ia mengalami kecelakaan kerja. Tahun 97' masa sulit di Indonesia. Kerja apa aja dilakukannya.
Karena kondisi genting, saat ayah diajak kerja menggali sumur, tanpa pengalaman memadai, tiba-tiba cincin sumur yang dipersiapkan akan diturunkan oleh teman ayah, malah bergerak dan akan jatuh ke dalam sumur. Sementara kawan ayah masih menggali di dalam. "Jika tidak ditahan, kawan ayah bisa meninggal terjatuh cincin itu, kan berat." Jawab ayah. Saat kami melihat lengannya yang lepas sebelah. Tersisa kulit saja yang bergantung. Bahkan sampai sekarang masih seperti itu. Karena saat ke rumah sakit, dokter di indo minta potong aja. Ayah ngak mau kehilangan lengannya.
"Udah keg gtu mengorbankan diri, kan... nga ada pun kawan ayah kasih support... BLA BLA..." Sambung Mamakku. Hahaha, mamak cendrung seperti manusia normal pada umumnya. Ayah saja paling beda sendiri di rumah. Paling sabar.
"Iya, ga papa, kita harap balasan dari Allah saja..." Jawab ayah, ia pun tanpa sedikitpun mengeluh dengan rasa sakitnya. Jika tidak melihat ekspresi wajahnya, kita ga tahu kalau beliau sedang menahan rasa sakit. Beda jauh denganku, teriris tangan sedikit, teriakan beda satu kampung. Hahah🤭😆 toleransi rasa sakitku memang setipis tisu. makanya aku butuh pendamping yg sesabar Ayahku, kupikir kala itu.
Karena kesabaran dan kejujuran Ayah kami, beliau dipercayakan memegang posisi penting di desa kami. Bahkan uang 500 perak pun ia catat pengeluarannya.
Suatu ketika ia didemo oleh beberapa pemuda desa yang agak ngiri. "Alahhh... Teungku Korupsi, dari mana uangnya bisa kuliahin semua anak-anaknya?" Desas desus seperti itu berkembang dimana-mana.
Sampai ke telinga ayahku. Hingga dengan bijaksana ayah bilang, datang saja kesini, nanti saya jelaskan alokasi dananya.
Pemuda desa yang awalnya panas membara, pas sampai di rumah kami langsung disambut baik oleh ayah, dengan bahasa yg sangat sopan dan menghargai.
"Awak droe neuh neutamong dilee... Piyoh..." (Mampir dlu)
Lalu ayah memberikan kodeagar Mamak menyediakan minum dan kue ala kadar. Karena kesabaran dan kelembutan ayah, para pemuda jadi mencair dari awalnya membara.
Karena catatan ayah sangat detil dan bisa dipaparkan dengan baik, akhirnya satu persatu mereka keluar dari rumah kami, ambil selop Langsung chowww...
Begitu selesai, suasana jadi sunyi. Nampak wajah ayah puas. Tetiba kami tertawa ngakak bersama Mamak. Hahahah...
"Hana meupeu chap, mereka ga tau aja, Ayah bias anulis sedetil itu. Kan, Hana Pat meudawa." Kata Abang ku yang paling cerdas diantara anak Mamak yang lain.
"Orang tu ngak tau aja, uang kuliah kalian kan, kerjaan Mamak yang tanggung. Mana kita koar-koar sama orang." Sahut Mamakku sedikit memanas. Kesal kali rasanya dituduh korupsi. Demi menjaga Marwah suami, mamak ngak pernah koar-koar kerja banting tulang buat kuliahin kami. Karena kondisi fisik Ayah memang sudh tidak bisa bekerja keras dengan satu lengan. Namun ayah selalu berusaha menjaga Marwah kelaki-lakiannya dengan bekerja apapun selama itu bisa dikerjakan. Bahkan kerja bangunan, meski tidak maksimal, karena kasih sayang orang-orang utk Ayah, mereka tetap mengajaknya bekerja. Bahkan sering kali ayah membantu pekerjaan rumah tangga, yg jarang dilakukan laki-laki Aceh umumnya. Karena ia tahu, mamak juga berjuang membantunya.
Oya, Dalam keluarga kami tradisi menjaga kejujuran itu sangat penting. Mendarah daging. Mending ga makan kalau ngak jujur. Pendidikan ortu kami akan kejujuran itu cukup keras. Makanya aku ngak cocok jadi Pegawai Pemerintah Konoha. Pasti nyebelin buat mereka. Makanya aku milih bangun usaha kesehatan dan kecantikan #Waiteu ini, biar ga bergantung sama siapa pun. Bebas.
Jangan heran, dikeluarkan kami, semua kami kayak manusia kebanyakan, bisa julid juga, kecuali Ayah. Meski aku berusaha meneladani kesabaran ayah. Kami memang lebih kompak dengan Mamak, karena usia mamak cukup jauh berbeda dari ayah. Skitar 11th. Jadi Mamak lebih berjiwa muda. Hahaha
"Udah -udah... Ngak perlu diperpanjang lagi. Alhamdulillah udah selesai masalahnya." Ayah berkata dengan lembut. Meski begitu kami semua patuh sama ayah.
Suatu ketika aku kesal sekali sambil ngambek, "Ayah... Bang SyehSyoh itu ngata-ngatain ayah terus. Kog dibantu sih? Ngak ada yang mau dekat sama dia. Ayah ngak usah open dia." Ucapku yg kala itu masih awal SMP.
Bang SyehSyoh (bukan nama sebenarnya), beliau itu sering mabuk-mabukan air Joek Masam (air Nira). Dan kalau sudah mabuk yang jadi pelampiasan hatinya itu adalah ayah kami. Kenapa? Karena sabarnya.
"Alahhh..orang mabuk pun. Ngak usah digubris. Biarin aja. Mungkin beliau lagi ada masalah." Kata ayah.
"Tapi sebenarnya beliau baik loh, Nak. Kadang kalau lagi kondisi normal suka bantu Ayah." Kata Mamak ku, kali ini membela Ayah. Mamakku cukup objektif dan logis. Meski ia juga kesal dengan Bang SyehSyoh yang selalu ribut-ribut depan rumah kami tiap kali ia mabuk-mabukan.
Hingga kini kondisi ayah sudah lengkap sudah ujian hidupnya, sudah 4 tahun ayah mengalami kebutaan karena Glukoma.
Bayangkan, tanpa lengan sebelah, mata juga buta, plus ayah juga pernah kena hernia. Ngak tau sering kambuh sekarang atau tidak. Tapi ia sangat sabar. Tanpa kami mendengar keluhan sedikit pun.
Aku tahu ayah sakit kalau lagi kami panggil tapi beliau ngak jawab. Itu lagi sakit banget berarti.
Tau ngak, aku cerita sedikit tentang Konsep rejeki yang ayah dapatka. Kalau kita sabar dengan ketentuan Allah tanpa mengeluh, ada saja jalan rejekinya. Rejeki bener-bener udah ditakar ngak ketukar.
Meski kondisi Ayah total di rumah saja saat ini, biiznillah Allah kasih hadiah lain berupa perekonomian keluarga yang jauh lebih stabil.
Alhamdulillah Allah banyak datangkan rejeki perantara Mamak yang masih aktif bekerja.
Kami pun ikut merasakan keberkahan doa dari orang tua.
Dan selalu ada saja rejeki yang datang untuk Ayah meski ia di rumah saja.
"Neuk, salam buat Teungku Aiyub, sampaikan amanah buat Ayah." Sering kali aku nemu org yang nitip amplop buat ayah. Baik kepada ku atau sama Mamak.
Dan uniknya Mamak hampir ngak pernah mau ambil uang itu. "Uang itu amanah buat ayah, biarlah dipakai untuk keperluan Ayah. Alhamdulillah Mamak ada gaji sendiri."
Rumah tangga Ayah dan Mamak kami jadi indah, karena kunci utama ada di Ayah sebagai qowwam. Ini pelajaran banget buat lelaki muda jaman sekarang.
Rumah tangga itu akan sakinah sangat tergantung dari qawwamnya, setantrum apapun perempuan, kalau bisa diperlakukan dengan baik, ia akan setenang malam setelahnya. Ia akan berjuang untuk menyenangkan prianya.
"AYAAAHHHH! Kenapa taruh handuk basah di kasur!" Kata mamak suatu ketika, sambil lipat kain, hawa panas mulai naik sedari tadi magrib.
Kebetulan kala itu Ayah buru-buru pergi ke Meunasah karena harus jadi Imam sholat magrib. Habis mandi, handuk basah langsung ditaruh di atas kasur. Mamakku yang agak perfeksionis ini auto tantrum sedari magrib.
Baru pun ayah buka gagang pintu rumah, sudah di Dorrr. Kami semua automatis terdiam dan sunyi. Tapi bagaimana tanggapan Ayah?
"Apa Sayang.....?" Dengan intonasi lembut dan senyuman. Kalau lelaki lain auto naik pitam. Suami baru pulang sholat bukan disambut dulu, malah langsung di dor. Dan yang lucu itu adalah ekspresi mamak setelah mendengar perkataan Ayah begitu.
"Droeneuh nah... Jangan lagi taruh handuk basah dikasur. Kan, jadi basah kasurnya.." kali ini suara mamak mulai melembut dsn bermanja. Hahahhaha😆😂 aku yang tepat berada disamping Mamak auto ngak bisa tahan ngakak. Semua kami tertawa tak tertahankan.
See! Perempuan tuh, cuman butuh digituin loh. Auto klepek-klepek lagi.
Bukankah Aisyah juga pernah pecahin piring didepan tamu Rasullullah? Tapi Rasul tidak pernah membuatnya malu didepan orang lain.
Kata Ayah, beliau juga cukup paham kalau Mamak kadang suka 'nge-rap' sendri. "Mamak itu kan, capek kali. Udah kerja di luar, kerja di rumah, lagi." Oh...so sweet.
Tak jarang aku lihat mereka menunjukkan berkasih sayang. Ayah dan Mamak tidak pelit mengeluarkan kata-kata sayang, yang mungkin jarang terdengar di keluarga orang Aceh yang cenderung kaku, kecuali satu dua. Sebenarnya itu jadi vitamin buat anak-anak.
Kalau Mamak sedang marah dan mengeluarkan uneg-unegnya, sering kali Ayah hanya diam saja. Dan ngak lama setelah itu ada adegan Ayah mengusap rambut dan punggung belakang Mamak. Seolah tau, istrinya sedang sangat kelelahan. Ditambah kurang kasih sayang sosok Ayah sejak kecil.
Tapi, untuk catatan, kata-kata Sayang ini lebih banyak dipertunjukkan justru saat kami sudah pasa dewasa, usia SMA. Waktu kami kecil hanya mereka berdua yang tahu. Dan aku rasa ini cukup baik.
Alhamdulillah anak Ayah dan Mamak kami, biiznillah ngak pernah terlibat hubungan pacaran satupun. Aku bersyukur punya previllage menjadi gadis remaja yang tumbuh dengan Vit A (Ayah) yang cukup.
Lalu Allah jaga tidak pernah terlibat pacaran. Bahkan tidak tertarik sama sekali. Ketika kasih sayang sesuai porsinya dirumah didapatkan cukup, maka anak-anak ngak akan mencarinya lagi diluar rumah.
Alhamdulillah masa kecil kami cukup indah bersama Ayah yang berkasih sayang. Tidak pelit mengungkapkan kata-kata sayangnya kepada kami anak-anaknya. Kalau kami belum makan dan sibuk main, Ayah akan taruh nasi. Kalau tertidur didepan tivi akan digendongnya.
Biiznillah masa kecil yang bahagia meski ekonomi biasa saja. Ini lebih berharga dari materi apapun.
Bahkan anak-anak lain dikampung pengen punya Ayah seperti Ayahku, "Syuhada, kita tukar Ayah, yok!" Kata Era BESTie ku. Ya ga mau lah.🤭😁
Meskipun masih kecil, saat itu aku berdoa supaya Allah hadirkan pasangan hidup yang bisa sesabar Ayah. Tidak pernah jatuh tangan dan lisannya untuk menyakiti kami. Semua pelajaran diberikan dengan kelembutan, sampai kami sendiri merasa bersalah hingga tertusuk kedalam qalbu. Bahkan aku menghindari kenakalan masa kecil, karena aku terbanyang wajah ayah dan ibu yang akan malu jika aku buat kesalahan.
Wallahu'alambissawab...
Sebagai orang tua muda, meski anak baru satu. Aku ingin suatu saat anakku bisa bangga bisa beribu aku. Ia tak pernah menyesali dititip kepada kami didunia ini.
Meski banyakkkk sekali PR yang masih harus ku selesaikan satu persatu. Tapi dalam doa, aku ingin selalu menjadi ibu terbaik yang bisa dibanggakan anak-anakku nantinya.
Setiap kali bersikap tidak sabar kepada Omer, akhirnya aku akan tetap minta maaf dan memberitahu kondisi ku juga butuh dukungannya.
"Kalau bukan Omer yang sayang dan bantu Mamak, siapa lagi? Karena Omer adalah hadiah terindah dari Allah yang pernah diberikan kepada Mamak." Alhamdulillah, pelajaran murah kata-kata berkasih sayang itu kami lanjutkan ke anak-anak kami.
----------------------
Tulisan ini, jadi flashback sendiri setelah mengikuti Kajian Orang tua di Kuttab al-Fatih.
Teladan Rasulullah mendidik Zaid bin Tsabit. Meski ia pelayan Rasul, namun beliau tidak pernah bersikap keras, dan selalu berlemah lembut.
Bahkan pada saat anak membangkang sekalipun. Semua ada metode dan contoh teladan lengkap dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam untuk Ummatnya. Asalkan kita mau belajar dan cari tahu melalui shirahnya.
Tak heran, Rasullullah begitu dicintai.
Meski belum sempurna, dan takkan pernah sempurna, kita dengan ujian hidup masing-masing. Namun terus berjuang memutuskan mata rantai rasa ketidaknyamanan yg pernah dialami. Untuk memberikan pengalaman pengasuhan terbaik untuk anak-anak kita.
Kalau pun sering kali buat kesalahan lagi, jangan pelit untuk sering minta maaf dan bilang sayang kepada anak-anak kita.
Smoga Allah jaga agar selalu sakinah rumah tangganya. Anak-anak menjadi Qurrata 'ayun.