Selasa, 20 Mei 2014

Seorang Laki-laki Kecil Melamarku

Mungkin dia laki-laki pertama yang sangat pemberani mengungkapkan keinginan menikahnya denganku. Tapi, ku anggap  gurauan dan hiburan saja. Mesti sempat juga tersipu malu-malu lalu dibarengi tawa lepasku.

Mungkin ilustrasi rada ngak sesuai. heheh, tak da foto laen.

“Kalau saya sudah berumur 24 tahun, saya mau menikah dengan ustazah (saya),” kata Reza, laki-laki putih yang masih berusia 7 tahun itu kepadaku. Aku sempat terdiam dan tidak percaya murid TPA ku itu bisa mengucapkan kata-kata tersebut padaku yang sudah berumur 21 tahun. Namun tak lama, tawaku pun pecah dan hanya senyum tersipu setelah sebelumnya hanya terdiam tanpa bisa berucap sepatah kata pun. Ku perhatikan lebih jelas ke wajahnya. Apa yang salah dari anak ini. Ia tiba-tiba saja mengeluarkan kata-kata itu pada saat latihan pidato sedang berlangsung. 

“Ustazah manis, tapi kalau tidak ada tailalatnya, hahaha,” tertawa Reza lepas dan  terlihat puas sekali setelah mengataiku. Aku hanya bisa mencubit pipinya. Lalu ia berteriak, “Aw!” dengan cara yang centil. Kali ini sedikit dongkol aku padanya, ni anak kog jujur banget. Memang lah kulit wajahku yang kuning langsat tampak mencolok dengan 5 tailalat di muka.

Tak menunggu lama, aku langsung menjelaskan tentang apa yang barusan ia katakan dengan semampuku. Maklum, ini kali pertama menjumpai laki-laki kecil berfikiran dan berbicara dewasa. Posisi duduk antara aku dan Reza awalnya hanya setengah meter saja, namun cepat ku ubah dan menjauh darinya.

“Udah ya Reza, sekarang panggil kawan yang lain,” pintaku padanya untuk memanggil kawan lain yang sedang menunggu gilirannya. Setelah hari itu, saya berusaha lebih banyak membaca buku-buku psikologi dan parenting. Serta berdiskusi dengan pengajar yang sudah berpengalaman, supaya mendapatkan pencerahan. Karena pada saat saya lapor ke pihak TPA, mereka hanya menggap kelucuan semata. Namun tidak bagi saya, saya semakin penasaran dan mendalami karakter si anak. Bukan, bukan karena dia menyatakan perasaannya, tapi karena kekhawatiran saya akan masa depannya. Mungkin saja sebenarnya ia tidak betul-betul paham terhadap apa yang ia sampaikan tersebut.

Pada lain kesempatan saat aku sedang mengajar kelompok santriwan 6-9 tahun, Reza yang masih berumur 6 tahun sempat mengatakan hal aneh pula. Namun pada saat itu, sama sekali tidak ku hiraukan. Ketika itu aku bersikap tegas terhadap Reza yang melakukan kesalahan, rupanya ia mendongkol. Tak lama kemudian saat kuajak ia bicara namun ia malah mengatakan, “Eh, ngapain ngomong-ngomong sama saya lagi! Kita kan, sudah putus!” kata Reza setahun sebelumnya.
Santri-santri yang lain pun tak tinggal diam, memamfaatkan situasi dan ikut menggodaku. “Ciye...Ciye... Reza pacaran sama Ustazah...” kata Razi dan disambut secara koor oleh santri yang lain.

“Apa itu pacaran Nak? Kita ngak boleh ngomong yang kita belum tahu. Kita harus tahu dulu, baru ngomong,” jelasku yang belum banyak pengalaman mengajar. Sekitar tujuh orang anak dalam satu kelompok itu saling mengemukakan pendapat. Aku mendidik mereka memang demokratis, masing-masing boleh mengemukakan pendapat. Setelah itu barulah aku memberikan penjelasan kepada mereka. 

Sebagian besar anak menjelaskan dengan cara yang salah. Tapi tidak dengan si Reza, sepertinya ia sangat tanggap dengan masalah seperti ini. Dari mana ia mendapatkan pengetahuan sejauh itu, pikirku. Lalu ku luruskan masalah tersebut. Positif thinking saja, momen ini ku ambil untuk menjelaskan pengertian pacaran, hukumnya dalam agama Islam, bahaya, dsb. Anak-anak sekarang memang harus dijelaskan sejak dini. Namun tentu dengan batasan dan sesuai dengan umur mereka. Disinilah guru dituntut untuk leboh cerdas dan mengasah diri dengan banyak referensi. Pada saat aku menjelaskan, sempat aku bertanya lagi,
“Nah, boleh ngak pacaran itu?”
“Ngak...”jawab semua santri secara koor. Namun seperti ada satu suara sumbang disitu. Kuusahakan mendengar lebih jelas lagi.
“Siapa yang bilang boleh?” tanyaku lagi.
“Saya, Ustazah,” sahut Reza dengan tenang dan mengancungkan telunjuk.
“Ngak boleh, e...” kata kawannya yang lain.
Aku hanya diam, sengaja menunggu kelanjutan dari penjelasan si Reza. Kali ini semua mata tertuju padanya, menanti penjelasannya.
“Iya kan, Ustazah? Kalau sudah menikah, sudah boleh pacaran. Kan, sudah sah,” jawab Reza mantap sambil tersenyum puas.
“Em... iya, benar juga sih kata Reza. Pacaran baru boleh dilakukan setelah menikah,” jelasku dengan perasaan keheranan, tidak menyangka Reza bisa berfikir sejauh itu. Dengan mantap dan sangat cerdas. Cara berfikirnya luas, seperti bukan anak berumur 6 tahun saja.
“Nah, nikah itu bagaimana sih?” tanya Razi yang mulai antusias dengan topik ini.
“Nikah itu...” belum habis Reza bersuara, tapi dengan cepat aku terpaksa memotong. Aku khawatir jika Reza memberikan informasi yang belum terfilter sehingga bisa mempengaruhi kawan-kawan yang lain. Apalagi pikirannya tentang itu terlalu dewasa untuk anak seumurannya. Penjelasan ku ambil alih sekarang. Sedangkan Reza hanya terdiam dan terus menatap lekat-lekat ke arah wajahku. Seolah pura-pura tak tahu, aku pun juga melirik memperhatikan pola tingkahnya. Saat ku tatap ke arahnya, ia langsung memalingkan wajahnya.

Kisah ini adalah ironi pertumbuhan anak-anak masa kini. Ia terlalu dewasa saat usia masih kanak-kanak. Pengaruh pendidikan, pola asuh dan lingkungan sangat menentukan ia. Apa jadinya kelak ia setelah dewasa. Reza hanya salah satu fenomena gunung es. Dan ia hanya bersikap begitu kepadaku, sedangkan dengan guru-guru yang lain ia bersikap normal layaknya anka-anak seumurannya. Berkepribadian ganda, pikirku. Bisa jadi hal ini juga menimpa anak kita yang terlihat diam dan polos. Batasi pergaulan si kecil. Setelah beberapa kali mencari informasi tentang Reza, baru lah saya tau, ternyata “pengetahuannya” itu berasal dari seorang “Oom” kawan mainnya. Secara diam-diam ia juga memperhatikan bahkan melakukan  apa yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Termasuk browsing internet tanpa pengawasan. Sudah pasti semua sampah masuk ke otaknya, tanpa terfilter.





Selasa, 13 Mei 2014

TIPS SEPUTAR KPM (Kuliyah Pengabdian Masyarakat) SUKSES

#Make your KPM ceria...
Tulisan ini saya dedikasikan bagi adek-adek leting dan kawan-kawan yang ingin mempersiapkan keberangkatannya menuju penunaiaan Tri Darma perguruan tinggi yang ke tiga, ada yang tau apa? Wah, kalau ngak tau, itu jadi PR dan harus cari tau ya? Di UIN Ar-Raniry, kegiatan pengabdian ini disebut dengan KPM, mungkin di Universitas lain di Aceh masih menyebutnya KKN. Kegiatan yang berlangsung kurang dari dua bulan.


Temukan Motivasimu
Sebelum membahas lebih lanjut.  Pesan saya adalah, temukan motivasi dan alasan kenapa kawan-kawan harus KPM dan harus sukses pula. Baik, mungkin bisa jadi setelah membaca tulisan ini, kalian baru menemukan alasan itu. Atau, bagi yang sudah menemukannya, alhamdulillah. Makanya, harus dibaca dengan seksama. Yah, itu pun kalau mau tercerahkan.
Nah, biasanya nih, kalau baru datang ke kampung tempat pengabdian, pasti suka bingung-bingung dulu, “Mau buat kegiatan apa ya?” Ah, ada juga kog yang ngak bingung. Selamat bagi yang sudah mempersiapkannya dengan matang. Tapi, saya yakin kebanyakan mahasiswa masih suka bingung. Saya pun mengalami hal itu pada awalnya. Berikut beberapa tips yang bisa di lakukan.

a.Ta’aruf
Minggu pertama biasanya sering disebut dengan minggunya ta’arufan, atawa perkenalan. Baik itu perkenalan dengan sesama kawan baru maupun dengan perangkat desa. Menjalin kekompakan dan menyatukan ide sebelum bekerja adalah penting banget. Kalau tidak, maka pekerjaan yang dilakukan akan semakin berat terasa. Makanya mulailah berkenalan siapa dia, dimana tinggal, jurusan apa, keahliannya apa, dsb. Karena, kedepan kita bisa berbagi tugas sesuai bidang dan keahlian masing-masing.
Selanjutnya ta’rufan sama perangkat desa. Sarannya saya, masa perkenalan ini ngak usah dilakukan sampai satu minggu, yang penting efektifkan waktu bekerja kita. Adi, sekitar 3-4 hari sudah sangat cukup. Asalkan kita mau membuat jadwal silahturrahmi ke rumah perangkat desa. Misal:
Hari senin:
-Ke rumah Pak Keuchik (1 jam)
-Ke rumah Teungku Imam (30 menit), ada kemungkinan imamnya lebih dari satu.
-Ke rumah Tuha Peut (30 menit).
Dan seterusnya, semakin detil jadwal yang ditulis, maka semakin baik. Bedakan pula antara pembagian waktu pagi dengan waktu siang. Serta, gunakan waktu solat berjamaan di mesjid, baik di waktu magrib maupun di waktu Isya. Mungkin sehari kemudian atau hari itu juga akan ada perkenalan anak KKN di mesjid oleh perangkat desa. Bagian ini bisa fleksibel.
Hal yang sangat penting pada saat ta’aruf ke rumah perangkat desa adalah, menanyakan, kira-kira program yang seperti apa yang mereka butuhkan untuk kampungnya. Namun, sebelumnya kawan-kawan sudah harus punya catatan tentang kegiatan yang akan dilakukan, sebagai outline awal. Masyarakat adalah orang yang lebih tau apa kebutuhan gampongnya. Dan hal ini juga bakal membantu kawan-kawan yang belum memiliki gambaran mau buat kegiatan apa nantinya.
Ingat, setakut dan semalu apapun, jangan tampakkan wajah seperti itu pada masyarakat. Tunjukan jati diri kita yang percaya diri dan meyakinkan. Namun, bukan berarti “songong” dan sok-sok an juga. Tetap jaga kesantunan dengan orang tua. Pengalaman saya, ada kawan dari tetangga sebelah gampong yang bersikap “over” akhirnya mendapat banyak cibiran.

b.Merancang Program
Wah, Kak, kami ngak tau nih, mau buat apa aja sebagai outline awal tadi. Nah, berikut contoh program yang biasa dilakukan anak KPM dan yang pernah kami lakukan.
Oya, bagi kawan-kawan yang tidak mendengarkan dengan seksama pada saat pembekalan 3 hari di auditorium Ali Hasjimi, mungkin akan lebih kesulitan dalam merancang program. Konon lagi yang keluar-keluar masuk waktu pembekalan. Sebetulnya saya bisa pahami, karena juga telah mengalami, hampir 80% penyampaian pematerinya membosankan. Ya kan? Hanya satu atau dua pemateri aja yang “Asik”. Maklum saja, kita harus husnuzon. Dosen-dosen kita itu memang memiliki kapasitas ilmu yang tinggi, kog. Hanya saja cara penyampaian atawa retorika atawa ilmu pablic speakingnya sedikit kurang dikuasai. Nah, loh, ngak takut mengkritik dosen? Ngak kog, kan, hal ini untuk kebaikan, lagian sepertinya saya sudah pernah menyampaikan langsung hal ini ke pihak P2M yang mengurus KPM. Dan, bagi dosen yang membaca tulisan ini semoga bermamfaat dan bisa menjadi masukan.
Masa tiga hari pembekalan ini sangat penting, seharusnya para dosen bisa menyajikan materi yang seharian dari pagi sampai siang ini menyenangkan. Mahasiswa pun tidak bosan. Saran saya, para dosen pemateri KPM juga harus diberikan pelatihan public speaking dan motivator dari luar. Recomended saya misalkan Sayid Fadhil Asqar, Setia Furqon Kholid, dan sebagainya yang punya passion di dunia pendidikan. Jangan sampai menyalahkan mahasiswa secara sepihak saja karena tidak mau mengikuti pembekalan. Bagi mahasiswa juga harus bersikap dewasa, sambil menunggu perubahan dari kampus kita, maka tugas kita mau ngak mau ya harus didengerin materinya. Bagusnya lagi, terlibat aktif dalam bertanya. Sekalipun pertanyaan yang sangat sederhana, misal, menanyakan nomor HP si pemateri, hehhe, asal aja contohnya ya? Kalau diketawain, cuek aja. Pulang dari setu pun, ngak ada yang kenal lagi.
Balik ke pembahasan perencanaan program yang akan dilakukan. Dari setiap materi yang diberikan saat pembekalan, maka bisa kita susun ancang-ancang sesuai dengan amanat dan keinginan pihak kampus yang harus dicapai mahasiswa. Misalkan dalam materi syariat Islam, kita bisa membentuk sebuah kelompok kajian membahas tentang syariat Islam di Aceh. Tapi kak, masalahnya kami aja ngak tau gimana syariat Islam di Aceh tu. Nah, makanya dengerin baik-baik, telan tuh obat meski pahit rasanya, Insyaa Allah bisa jadi penyembuh. Ngerti? Jadi, tugas selanjutnya ya baca bawa buku referensi tentang syariat Islam. Jangan lupa simpan nomer HP pemateri, hal ini berguna  saat di lapangan nanti.
Pengalaman saya, ketika ada permasalahan pelik yang tidak bisa kami lakukan, maka saya akan menelpon pemateri tersebut untuk bertanya perihal solusinya. Mereka juga bisa menjadi teman sharing, dan memberi batasan kita, mana permasalahan gampong yang boleh kita ikut campur, mana yang tidak boleh kita ikut campur. Soal materi syariat Islam tadi, jika pada saat diskusi, ada warga yang bertanya dan kita tidak bisa menjawab, akui saja, jangan asal. Katakan, “Maaf ya bu/Pak, jawabannya kami tunda dulu, Insyaa Allah jawaban yang lebih lengkap lagi kami sampaikan besok.” Pending dulu, lalu konsul sama dosen pemateri.
-Berikutnya program TPA.
Ini mah, kegiatan KPM sejuta ummat. Paling mudah dilakukan, yaitu mengajar layaknya mengajar TPA biasanya. Ah, ngak mudah juga kog, kak! Ya iya lah, wong ngak pernah ngajar TPA. Kawans, makanya bagi yang belum KPM, saran ane cepat-cepat melamarkan diri menjadi pengajar. Mamfaatnya waktu KPM gini. Bagi yang biasa ngajar TPA, ya enjoy-enjoy aja mau ngajar bagaimana. Selain dapat ilmu, juga dapat pahala, soal dapat infaq itu mah, bonus.

Saya bersyukur sekali sahabat saya Dina Masturah “memaksa” saya untuk menjadi pengajar di TPA nya, padahal saya merasa tidak berbakat banget untuk mengajar. Belum lagi psikologisnya belum siap memanggil “Nak” untuk murid, kaku banget. Tapi, justru pengalaman inilah yang berikutnya dengan izin Allah memudahkan saya dalam hal berbicara dan beretorika. Wong practice ngomong tiap hari. Bahkan memudahkan saya dalam presentasi KTI Nasional di Banten, alhamdulillah juara 2 dari 53 PTAIN se-Indonesia. Luar biasa mamfaat TPA, jika kita mau niatkan ikhlas dan untuk pembelajaran diri juga.
Oya, kembali ke tablet, eh ke topik. Soal program TPA. Hati-hati juga kawan. Maksudnya Kak? Iya, hati-hati dengan merancang program ini, jangan sampai justru menimbulkan konflik. Misal, di gampong yang kita stay udah ada TPA nya, jangan nambah lagi, ikut nimbrung aja. Namun tetap buat kegiatan yang berbeda. Kalau ngak ada pembeda, ya sama saja, keberadaan kita hambar. Pembeda itu misal seperti yang kami lakukan, di gampong tersebut ada seorang Teungku yang mengisi kajian di malam hari, dan TPA di siang hari. Kalau bisa kita bikin kelas khusus untuk anak remaja atawa dewasa agar menjadi regenerasi dan membantu sang Teungku. Ajarkan anak-anak remaja tadi cara mengajar, menyusun materi yang akan diajarkan, berikan beberapa lagu-lagu TPA. Ini gampang sekali, kalau kita punya stok materi BCM (Bermain Cerita Menyanyi). (Bagi yang mau, boleh diinbox, Insyaa Allah akan saya kirim kan.
Pokoknya, walaupun kita ngajar TPA juga, tapi buatlah terasa berbeda, ada hal baru yang bisa kita berikan. Gunakan kemampuan yang selama ini ada. Telpon dan minta bantuan ustazah lain dari TPA jika ada kendala. Misal, ketika pertengahan masa pengabdian kita akan membuat lomba-lomba. Gimana lombanya, apa saja penilaiannya, sistem pelaksanaannya, hal ini bisa ditanyakan kepada Ustaz/Ustazah yang lebih berpengalaman di bidang itu.
Nelpon mulu, Kak? Habis lah, pulsa kami. Yah, udah KPM mah jangan nanggung-nanggung. Ingat, kerja dan pelajaran hari ini, maka akan sangat bermamfaat setelahnya. Kesuksesan itu pun, tergantung bagaimana pengorbanan kita. Namanya juga masa study, ya banyak keluar dana. Makanya bersungguh-sungguhlah melaksanakan KPM ini. Yang saya bayangkan adalah, pertama, orang tua kita mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk kegiatan ini, masa mau bangun-tidur-bangun lagi aja disana. Rugi lah. Kedua waktu, jangan sia-siakan waktu begitu saja. Ketiga tekanan, banyak tekanan yang akan kita dapatkan. Misalkan yang kami rasakan, nau’zubillah dah, spot jantung pertama-tama kali sampai di gampong stay. Mulai dari Keuchik, sampai masyarakatnya menunjukkan sikap penolakan terhadap kami. Wajar sih buat mereka, konon yang KKN sebelumnya “ngak guna” banget katanya. Kerjaannya Cuma mutar-mutar gampong dan sibuk di kamar sendiri. Astaghfirullah semoga kita tidak menjadi bagian yang seperti itu ya. Namun, justru hal ini yang akhirnya memacu adrenalin saya dan menjadi tantangan, harus melakukan sebuah pembuktian. “Kita Harus Sukses Kawan-Kawan.” Alhamdulillah, akhirnya pihak gampong meneteskan air mata, pertanda beratnya perpisahan pada saat kami selesai mengabdi.
-Ketrampilan dan Kerajianan Tangan.
Dalam hal ini, kita tak hanya mengajarkan penduduk, namun juga harus belajar skill yang mereka miliki. Tukeran, lah istilahnya. Dan seperti itu memang yang diharapkan oleh P2M. Jika ada ketrampilan yang kita bisa, buat jadwal dan hari khusus untuk diajarkan. Sepakati dulu dengan peserta pelatihan. Begitu juga dari ibu-ibunya atau warga yang kita mintai untuk mengajar.
[Wah-wah, pembahasan ini terlalu panjang deh, Insyaa Allah akan saya tambah lagi ke depan dan lebih detil beserta contoh program yang kami lakukan]. Keep Reading ya? Boleh ajukan pertanyaan dan komentarnya di bawah.

c.Perlengkapan Tempur
Selain perlengkapan pribadi yang kawans sendiri lebih tau apa yang dibutuhkan, juga siapkan buku atau materi yang akan diajarkan di gampong stay. Misal, buku materi hafalan, doa harian, buku cara mengajar juga penting buat yang belum pengalaman mengajar. Oya, mumpung lagi teringat, usahakan sebelum kita mengajar anak orang, kita sendiri sudah saling latihan. Buat janji dengan tim kita di gampong, misal di meunasah. Latihan sendiri dulu, yang lain komentar dan beri masukan. Ingat, persiapan akan membuat kita lebih siap dan ngak canggung nantinya. Setelah mengajar pun harus membuat rapat evaluasi, apa yang kurang hari ini, apa yang harus diperbaiki, dan yang baiknya di mana.
Kawans, masa pengabdian terasa berat. Jujur, ya kan? Mulai dari makanannya yang tidak sesuai lidah, homesick, wah, banyak lagi dah. Saran, bawa cadangan makanan sendiri serta bawa satu buku motivasi. Ketika saya down, lelah, cape dengan perbedaan pendapat dengan kawan-kawan, maka buku motivasi akan berperan sebagai sahabat dan penyemangat kita. Intropeksi diri, memaafkan kawan-kawan. Soal konflik, terkadang tak bisa kita elakkan. Alhamdulillah bagi yang aman-aman saja, bahkan kompak. Namun, husnuzon saja, insyaa Allah ada hikmahnya. Ini penting untuk pendewasaan diri.
Saya sendiri membawa buku, Keajaiban Belajar karya Yunsirno, sebagai buku motivasi mengajar dan belajar, bagaimana cara mengajar yang asik buat anak-anak, dari mana kata-kata motivasi kita keluar untuk mereka, ya dari hasil bacaan kita.
Bawa juga buku bernuansa Islami, dan Al-quran. Jika dulu jarang membaca, usahakan di masa sulit ini rutinkan untuk membaca, meski hanya setengah halaman sehari. Mohon pertolongan kepada Allah agar dikuatkan dan diberikan solusi atas permasalahan kita. Usahakan tenang dan sabar, meski sulit. Niatkan kegiatan ini untuk ibadah dan dakwah, insyaa Allah akan bernilai pahala dan setelah itu akan ada pelajaran berharga yang kita  dapatkan. Namun jika tidak adanya keikhlasan, maka pekerjaan akan terasa lebih berat, dan saling berharap-harap untuk bekerja. Seperti pengalaman kami, ada kawan-kawan yang tidak ikhlas dalam bekerja sehingga mengerjai kawan yang lain dengan menghalang-halangi dalam membuat laporan KPM. Semoga Allah buka kan pintu maaf. Padahal, mereka menjadi saksi, bagaimana kawan tersebut berusaha dan bekerja, bahkan hingga sakit parah di tempat mengajar.  Pengalaman ini berharga sekali bagi mereka yang mau mengambil pelajaran.

d.Jaga kesehatan dan P3K.

e.Disiplinkan menulis Buku Harian.
 Kalau ngak disiplin nulis buku harian, maka akan ribet kedepannya. Buku ini juga membantu kita pada saat sidang KPM nanti. Sebelum sidang, kita bisa membacanya kembali, sehingga punya bahan ketika ditanya nanti.

f.Menghindari Konflik sesama.

“Hati-hati jaga hati, jangan bermain hati, kalau tidak mau sakit hati,” begitu pesanku untuk 4 kawan-kawan seperjuangan di gampong itu.
Mereka adalah orang-orang yang hanif dan baik. Hanya saja, belum aktif dan bergelut di organisasi manapun. Alhamdulillah, Allah berikan kita kesempatan dalam keadaan High Quality Time dan aktif di beberapa organisasi. Pesan di atas saya sampaikan, berdasar pengalaman bekerja di lapangan selama ini. Salah satu masalah utama bagi anggota organisasi adalah saat terserang virus merah jambu. Kalau sudah begini, beban 5 kg aja bisa berasa 50 kg. Dampaknya adalah terhadap kelancaran program kita. Disini saya ingin tekankan bahwa berorganisasi itu penting banget, beda sekali kalau sudah masuk organisasi, lebih terlatih memenej diri dan mengatur program. Yang belum masuk UKM, silahkan masuk sekarang, sebelum terlambat. Sesuaikan organisasi dengan passionnya kalian.
Hargai dan motivasi kawan, misal Ratu, dia punya suara yang bagus maka puji dia dan suruh ia yang menajar nyanyi TPA dan tilawah. Atau Fadhil, pinter pidato, semangati ia untuk mengajar pidato untuk anak-anak. Surya, menunjukkan gelagat suka ngomong duluan dalam banyak sesi, maka tunjuk ia menjadi ketua. Sepertinya ia suka profesi seperti itu. Kalau pun ia masih kurang kompeten, maka tugas kita memberi masukan terhadap kawan tersebut. Urusan diterima atau tidak terserah dia, yang penting kita sudah ada i’tikat baik. Bagi kawan-kawan yang memang aktivis tulen, sedikit pesan lagi, jangan terlalu menonjolkan diri ketiga di lapangan, bisa saja maksud kita baik, namun belum tentu orang lain menganggapnya baik juga. Atau malah kawan yang lain menjadi minder. Pilih bahasa yang tepat untuk berkomunikasi.
Jalin kekompakan dengan solat berjamaah dan belajar mengaji bersama. Jangan canggung, ajak kawan kita. Kalau mereka tidak mau, ya sudah, jangan dipaksa. Setidaknya sudah ada i’tikat baik dari kita untuk
Terakhir, KPM Sukses nan Berprestasi.
Pembahasan ini khusus pengalaman saya di gampong tempat stay. Alhamdulillah saya bisa katakan, KPM saya dan 4 kawan lainnya berjalan sukses. Kami mendapatkan nilai 94 dari P2M, subhanallah. Nilai tertinggi adalah 96. Hehe saya gitu orangnya, suka buat survei sendiri. Wah, enak kali lah, dapat nilai tinggi ya, kak? Mencapai poin ini tidak semudah menulis angka tersebut. Butuh perjuangan berdarah-darah dan berair mata, nyan hana, stay di hospital teuk. Karena kesuksesan itu tergantung pengorbanan.
Selama KPM, konflik sesama terkadang memang tak bisa dihindari, termasuk saya sendiri. Saya juga bisa pahami jika ada yang kesal dengan saya. Wajar, saya memperlakukan kawan-kawan sama seperti kerasnya membimbing diri saya. Mungkin mereka tak biasa dengan sistem kerja di bawah tekanan, keuangan menipis, kegiatan juga harus yang subhanallah. Belum lagi tantangan-tantangan yang lain. Bagi yang belum pernah berorganisasi, hal ini terasa lebih berat.
            Dengan banyaknya tekanan dan rasa penolakan awalnya oleh pihak gampong, maka hal ini membuat saya khususnya dan kawan-kawan lain termotivasi untuk menunjukkan bahwa keberadaan kami disini memang bermamfaat. Saat itu, ketua kelompok sudah menyatakan “angkat tangan” untuk kegiatan Silahturrahmi Akbar ini. Namun tiba-tiba salah seorang teman mengatakan, kita tidak akan tau kita bisa atau tidak, kalau kita tidak mencoba. Akhirnya dengan berat, mereka pun ikut menjalankan ide ini.
Namun, saya bangga dengan 4 sahabat saya, mereka berempat telah sukses membuat kegiatan yang meriah yang seharusnya dilakukan di tingkat kecamatan. Mereka menjadi sosok yang baru nan berprestasi. Namun justru, mereka berempat adalah prestasi buat saya. Alhamdulillah, banyak perubahan.  Pada saat berlangsungnya kegiatan, kebetulan saya sedang tidak di lokasi, harus melanjutkan perjuangan lain mengharumkan nama UIN di kancah Nasional. Mungkin kita harus berkorban dulu untuk tidak disukai, tapi ketika kesuksesan telah diraih, maka mereka akan merindui sosok kita.
[Note: semua yang ada di tulisan ini tidak ada niat menjelekkan pihak tertentu, namun kita jadikan pelajaran untuk kedepan. Saya mohon maaf jika tidak berkenan. Sengaja tulisan ini dibahas dengan lugas, karena hal seperti ini sering terjadi].