Selasa,14 Februari aku beranjak ke Pustaka Wilayah.
Dengan membawa niat mengembalikan buku yang aku pinjam seminggu yang lalu.
Setelah mengembalikan buku-buku itu dan mengucapkan terimakasih, aku beranjak
ke rak buku yang belum pernah aku pergi sebelumnya semenjak dua tahun aku
mengenal perpustakaan itu. Tepatnya disudut ruang dewasa I. Mataku tertuju ke
rak Keperawatan. “Apa sih yang dipelajari anak keperawatan, kog banyak banget
yang memfavoritkan jurusan ini?,” pikirku dalam hati.
Mereka Bilang Aku Gila, itu judul buku yang kuambil,
karya Ken Stele dan Claire Berman. Di sampul belakang tertulis, “Bunuh
dirimu...Bakar tubuhmu...Gantung dirimu. Dunia akan menjadi lebih baik
tanpamu.” dan seterusnya. “Wih, gaswat (baca:gawat) juga ni buku. Kayaknya seru ni ,” pikirku. Lalu ku
putuskan untuk meminjamnya.
Sesampai di rumah magrib itu, langsung ku menunaikan
sholat magrib. Setelahnya melakukan aktifitas mengaji dan mengajarkan ngaji
untuk adik-adik sepupuku. Setelahnya makan malam selama setengah jam. Terdengar
suara televisi dihidupkan oleh mamakku, aku pun tak bisa menahan diri dengan
rayuan suara itu untuk tidak menonton, meskipun itu acara yang paling tidak
kusukai. SINETRON Indonesia yang paling lebay deh pokoknya. Jadi, intinya
dengan segala rutinitas malam itu aku terlupakan untuk segera membaca buku itu.
Keesokan harinya ketika akan berangkat ke Kampus, eh
kampus masih libur. Tidak tahu lah pokoknya hari itu aku berangkat mau kemana.
(aku memang sering begitu orangnya). Kupindahkan isi tas kemarin. Eh, aku beru
teringat lagi buku yang bercover kuning kecoklatan itu. “Ya sudah lah, kamu di
rak dulu nanti kalau aku pulang baru aku baca lagi,” kataku kepada buku 436
halaman itu.
Setelah beberapa hari berlalu, ternyata aku masih saja
lupa untuk membacanya kembali, hingga waktu pengembaliaannya pun tidak lama
lagi.
Malam Minggu, aku berniat merapikan rak buku di kamar.
Aku kembali melihat buku terbitan Qanita itu. Disampingnya aku juga melihat
buku penulis Purnadina, Menjadi Pembelajar Sejati. “Ah, aku kan ada tugas
meresensi buku ini dari FLP, baru setengah yang aku baca. Tapi, aku penasaran
sekali lah dengan buku Mereka Bilang Aku Gila. O ya, berarti aku harus kebut
baca buku ini dulu, malam ini, dan berharap dua hari lagi siap, ok. Gooo,”
komunikasi intrapersonal terjadi dalam diriku.
Em... buku yang bagus, yang paling aku suka bahasa dalam
buku ini sederhana, sehingga aku bisa membacanya dengan speed reading namun tidak kehilangan makna. Deskripsinya juga
bagus, seolah aku bisa membayangkan tokoh yang diceritakan di dalam buku.
Isinya begitu meresap keingatanku. Diatas tempat tidur aku membacanya, suasana
kenyamanan yang mendukung membuatku tak tersadar bahwa sudah banyak halaman
yang terlah lewat kubaca. Dan, tak tersadar pula aku telah tertidur (dalam
keadaan belum siap untuk tidur biasanya).
Bugh.......! (ini bukan bahasa Inggris), bunyi pintu
kamarku terbuka mendadak. Aku terkujut dan tersadar dari tidurku, lampu neon
panjang 1 meter di kamarku belum kumatikan, ini membuatku tidak segera membuka
mata walau sudah tersadar. Badanku pun lemas, karena posisi tidur yang tak
beraturan,( maklum, namanya juga tidur yang tidak disengaja).
“Syuhada................. bangun!, itu motornya masukin
kerumah!, sudah jam berapa ini?,” ternyata mamakku yang membuka pintu dengan
keras serta memanggilku setengah berteriak. Mamak paling marah kalau aku
kemalaman memasukkan sepeda motorku kerumah, karena takut suaranya dapat
mengganggu tetangga lain yang sudah tertidur. Kemudian ntah apa lagi yang mamak
katakan. Aku yang baru terbangun antara setengah sadar dan tidur tidak jelas
kali mendengarkan apa yang mamak katakan. Yang jelas, ketika mendengar
kata-kata mamak, kepalaku terasa sakit dengan sangat, dadaku panas seperti
gunung api yang mendidih, tubuh sedikit gemetaran, ku gigit gigi serta menarik
nafas lewat mulut. Melalui sela-sela gigi, udara itu masuk sehingga
mengeluarkan bunyi ketika bertemu dengan air ludah, seperti suara menghirup air
ketika minum. Tak hanya itu, jantungku seperti berdetak kencang. Dan secara
keseluruhan aku merasa tubuhku gundah. Seperti ada bisikan dalam hati, bahwa
aku benci dengan kata-kata mamak, semakin banyak ia bicara semakin bertambah
kebencianku. Suara-suaranya seperti ancaman bagiku.
Aku bangun dari tempat tidur dengan mata tertutup,
kemudian sedikit terbuka ketika akan berjalan. Mamak terus berbicara didepan
pintu. Tak sanggup ku dengar rasanya. Aku bangun dan berjalan dengan
menyentak-nyentakkan kaki ke lantai. Dengan kedua tangan kuangkat ke kepala,
dan menggenggam keduanya ke jilbabku, seperti sedang menggenggem rambut. Karena
pada saat tertidur aku masih mengenakan jilbab kaos berwarna hitam. Kemudian
aku berjalan keluar kamar melewati mamak yang sedang di pintu kamar tanpa ku
hiraukan dengan sepatah kata apa pun, apalagi memandang kearahnya. Jelas,
ekspresi mamak sangat marah. Karena, hal yang paling membuat mamak marah adalah
tidak mempedulikan atau cuek terhadap apa yang ia katakan. Entah ‘lagu’ apa
lagi yang mamak ‘nyanyikan’ untukku. Melihat tingkahku, kemarahan mamak
benar-benar memuncak malam itu.
Tubuhku seperti tergerak sendiri menuju kamar mandi
belakang. Setelah kutimba air, kemudian aku berwudhu. Dinginnya air wudhu dan
gelapnya kamar mandi tak berlampu, membuat kesadaranku sedikit kembali. “Tadi
itu kenapa?,” tanyaku dalam hati. Kemudian aku kembali ke kamar dan mengambil
mukena untuk melaksanakan sholat Isya. Karena tadi tertidur cepat dan belum
sempat melaksanakan sholat Isya. Badanku memang bergerak sendiri untuk
melaksanakan sholat Isya, dan kalau pun tertidur pasti tidak nyenyak dan
terbangun lagi. Mungkin ini yang dinamakan jam biologis.
Ketika sholat aku masih merasakan kegelisahan bahkan
hampir menangis. Selesai sholat, kesadaranku seperti meningkat. Aku masih
bingung apa yang sebetulnya terjadi dengan diriku. Kini sudah tidak terdengar
lagi suara ibu. Kemudian aku teringat apa yang telah aku lakukan kepada ibu.
Sekarang aku benar-benar menangis. Apa yang telah ku lakukan sebagai seorang
muslimah. Aku tahu, malam ini aku telah
benar-benar berdosa kepada mamak.
Dengan kondisi bingung, kalau tidak bisa dibilang
setengah sadar aku melanjutkan prosesi tidur dengan sempurna, sudah menggosok
gigi, menyapu tempat tidur 3x dengan membaca ta’awuz, membaca doa tidur.
Keesokan harinya. Setelah menunaikan sholat subuh
dikamar.
“Neuk (nak)..............., tolong lihat air dikompor
bentar, kalau sudah mendidih matikan ya?,” itu suara mamak, kali ini ia
memanggilku lembut.
“Ha?, mamak memanggil aku apa?, neuk?,” bicaraku dalam
hati karena terkejut dengan panggilan mamak untukku. Mamak akan memanggilku
Neuk apabila aku berbuat baik dan kalau ia sedang senang hatinya. Tapi kalau
ada kesalahan yang aku lakukan dan ia tidak senang, maka ia akan memanggilku
dengan nama.
“Ya, mak...,”jawabku juga lembut.
Pikiranku kembali mengingat kepada kejadian tadi malam.
Pagi ini kurasa kesadaranku sudah penuh. Walau badan masih sedikit terasa
pegal.
“Yang tadi malam itu, mimpi bukan ya?. Tapi kog mamak
biasa aja tuh, seperti tidak terjadi apa-apa,” pikirku dalam hati.
Sikap mamak memang biasa saja. Biasanya kalau ada
kesalahan yang aku lakukan, bisa-bisa seharian mamak diam-diaman kepadaku.
Tapi, pagi ini, wajah mamak justru secerah mentari seperti biasanya. Seolah
memang tidak terjadi apa-apa tadi malam.
***
Sampai sekarang belum mampu kupahami, kenapa aku sampai
bisa melakukan hal itu. Mungkin tuhan ingin aku merasakan bagaimana rasanya
menjadi skizofrenik. Dengan kejadian itu, aku lebih menghargai kondisiku yang
sekarang ini. Tuhan memberikan kehidupan yang normal untukku. Tak terbayangkan,
bagaimana rasanya menjadi penderita Skizofrenia selamanya, dengan selalu
dihinggapi bisikan-bisikan aneh yang mengontrol kehidupan, bahkan menyuruh
penderitanya (skizofrenik) untuk melakukan bunuh diri, perasaan gundah gelisah
yang luar biasa, selalu menghantui.
Aku katakan, cukup semalam!,
cukup malam itu saja ya Rabb. Ampuni
hamba yang banyak mengeluh dengan segala kekurangan yang Engkau berikan. Ampuni
hamba yang jarang melihat apalagi bersyukur terhadap nikmat dan
kelebihan-kelebihan yang Engkau berikan.
kamu beruntung hanya mengalaminya sekali
BalasHapus