(Experience
being selles Ticket of Setia FurQon Kholid Seminar)
This is my
story when I’m be a selles seminar ticket.
And this is my first experience to sell the ticket.
Banyak pegorbanan yanng telah ku lakukan, but I got
nothing... Namun, aku malah menemukan hikmah dalam hal ini. This is called the
power of positif thinking. Mata hatiku terbuka oleh dua hal pelajaran. Yang
masing-masing berkaitan dengan DIRI.
Pertama, aku tersadar oleh kualitas dari integritas pada
diri ini. Jadi, ceritanya tu aku berusaha menawarkan tiket seminar kemana-mana.
Awalnya sekedar tantangan, maklum habis ikut seminar motivasi Mr. Yunsirno. Aku
semangat banget, karena aku punya target bisa menjual 20 tiket dengan Hadiah
gratis tiket plus buku Setia FurQon. Wih...aku sampai membuat list nama-nama
target untuk ditawarkan tiket beserta strategi-strateginya. Kebanyakan dari
mereka adalah kawan-kawan diluar kampus, karena aku bisa bayangkan tanggapan
anak JeELKa* bagaimana. Tapi aku tetap menawarkannya kepada mereka sebagai
suatu ikhtiar. Bahkan aku menawarkan kepada abangku yang paling Jenius** itu.
Bukannya menunjukkan keinginan, malah kebanyakan mereka melempar opini negatif.
“Buat apa ikut seminar itu, buat memperkarya Setia Furqon?,” kata seorang teman
berinisial M.E.Y. Tapi, bukan Diriku namanya kalau menyerah.
Usahaku tak sampai disitu, aku bahkan kelupaan
mengerjakan tugas kuliyah saking sibuk promosi. Dosen mata kuliyah Jurnalistik
Radio itu hanya memberi tatapan yang menyirat bahwa aku benar-benar salah.
Galau deh, tapi aku masih tak menyerah. Ku pasang seribu pembenaran sampai
tugas itu selesai ku kerjakan di kelas. Dan akhirnya kuserahkan. Konsekuensi
pasti ada, Trust yang tergoyahkan. Tapi setidaknya telah kutunjukkan usahaku. Oya,
tak hanya itu. Selama sebulan
menawarkan tiket, aku harus sering
pulang magrib, bahkan hampir Isya padahal perjalanan yang ku tempuh kurang
lebih 15km. Ini karena memenuhi pemesanan tiket oleh sahabatku Nia untuk
ditawarkan lagi ke teman-temannya. Kemuadian belum lagi waktu membantu orang
tuaku yang tersita untuk promosi seminar ini.
Begitu semangatnya aku. Padahal bukanlah bagian dari
kepanitiaan. Tapi, setelah semua itu ku lakukan, I got Nothing. Alias tidak ada
hasil. Hanya 1 orang saja yang mendaftar, itu
pun belum melunasi uangnya. Karena kejadian ini aku berfikir, ternyata
kata-kata seorang sepertiku belum cukup berpengaruh. Sepertinya aku harus lebih
banayak belajar lagi tentang jurus integritas dan jurus mempengaruhi orang
lain. Dan meningkatkan kwalitas diri tentunya. Padahal selama ini aku sudah
berusaha jujur banget orangnya. Tapi, belum sukses memikat dalam bisnis.
Temanku Nia telah menjual 15 tiket. Katanya, bahkan ada
pelanggan yang datang sendiri dan membeli tiket padahal dia tidak mempromosikan
apalagi menawarkannya. Padahal sebelum-sebelumnya Nia juga belum kenal dengan
Setia Furqon. Subhanallah... infonya nyebar sendiri. Entah bagaimana ia
menjelaskannya. Sahabatku yang satu ini memang luar biasa. Sosok kepribadiannya
sungguh berpengaruh. Aku bisa melihat sosok kemuslimahan telah tercermin dan
bersemayam dalam dirinya. Seandainya... ia tak berlama-lama menyegerakan diri
untuk menjadi muslimah sejati. Wah, kampusnya bisa jadi kampus islami tuh.
***
Sampai saat
ini, aku masih ingin menawarkan tiket, minimal 4 tiket lagi. Aku sedang belajar dan mempersiapkan diri
jika suatu ketika membuat kegiatan besar seperti ini, aku sudah punya
pengalaman. Sudah tiga orang yang menjadi jaringan tiket dibawahku. Mereka adalah
Nia, Kak Yuyun dan Bang Tarzan, eh, Tanzil. Masing-masing mereka mendapat tiket
masuk gratis. Karena, peraturannya apabila telah membawa 5 orang, maka kita
yang bawa bisa dapat gratis. Maka gratislah mereka dari membayar tiket 25 ribu
itu. Tapi, aku bingung... setelah mengajak mereka, aku dapat apa ya?. Sadar lah
aku, bahwa I got Nothing. Tapi, lagi-lagi positif thinking saja. Cape sih,
banyak pengorbanan dan tidak ada hasil seperti ini, namun aku niatkan sebagai
SEDEKAH JARIYAH saja. Setidaknya aku
sudah punya stok Link untuk menyebarkan tiket dan kembali akrab dengan
teman-teman lama. Dan menginfokan berita yang bernilai kebaikan dan kemamfaatan
bagi yang lain.
Kemudian
hikmah yang Kedua. Ini kejadian ketika aku menyerahkan sebagan tiket yang telah
laku kepada Ketupat alias ketua panitia, sebut saja namanya Supra.
“ Ya udah, apa lagi beuh!,” nadanya sedikit
menekan, itu sebagian dialog yang kuingat.
Aku terkejut dan shock, sedikit tak nyaman.
Sebenarnya dia itu tegas atau marah-marah sih. Beneran dongkol sesaat. Pas
malamnya ada peserta yang nanya waktu pelaksanaan acara. Memang desain
publikasinya penuh kekurangan, waktu aja bisa kelupaan di brosurnya. Aku
mengirim sms dan bertanya kepada Supra, kali ini tanpa panggilan “Lebay” ku
seperti biasa menyebutnya, ustad Supra. Berlebihan sekali, orang tak berwibawa
seperti itu dipanggil ustad. Lebay... Jadi, aku menyebutnya dengan panggilan
“Pra” pendeknya kata dari Supra.(Aku masih dongkol karena tadi dimarah-marah,
tapi sekarang ga lagi kog, beneran deh). Eh, seketika dia nelphon dan
mengatakan...
“Udah centil kali kog sekarang, panggil orang keg
gitu.”
“Nama anda memang Supra kan?”
Seharusnya
wajar saja aku menyebut dia dengan nama. Wong, I older than He, yah...
although just one mounth sih... Seperti
teman sebaya lainnya juga begitu menyebutnya. Mungkin beliau itu merasa kurang
dihargai. Salah dia sendiri, bersikap tidak wibawa, teramat Lebay dan seperti tidak
ingin dihargai. Setelah menjelaskan alasanku, akhirnya keesokan subuh beliau
mengirim sms permohonan maaf juga. Syukur deh, kalau ga, bakal terjadi
pembunuhan karakter nih. Kata CENTIL itu akan membayangiku selalu. Terhina
sekali rasanya sebagai muslimah sejati bisa-bisanya ia berkata demikian
terhadapku. Apalagi aku yang biasanya jauh dari sifat semacam itu di depan
umum. Penempatan diksi yang salah besar.
Namun aku
juga tidak mau egois, dari diriku sendiri bisa jadi juga terlalu sensitive,
kata-kata semacam itu terlalu dimasukkan kedalam hati. Ya, udah keg gini diri,
mau buat apa lagi?. Ngak gitu kog, justru aku harus belajar beradaptasi dengan
berbagai karakter individu bahkan yang paling pedes sekalipun. Dunia kedepan
akan lebih sulit, sama yang beginian aja bisa gabuk, apalagi yang lebih
parahnya lagi nanti. Plis, jangan sedikit-sedikit dimasukkan ke hati. Bersikap
lebih dewasalah.
Itulah
sebagian kecil hikmah dari experience ku menjual tiket Setia Furqon.
Oya, ngomong-ngomong aku lagi bingung ni,
bagaimana cara membayar jatah tiket dan buku yang sudah terlanjur aku ambil,
dalam waktu sedekat ini dengan hari H. 15 orang memang sudah memenuhi target
untuk mendapatkan itu, tapi bukan aku yang mendapatkannya.
Sekarang
nambah lagi masalah satu. ternyata untuk
seminar tgl 2 juni ini, panitia tidak menyediakan sertifikat. Gatswat sekali,
padahal aku sudah bilang ada. waduw... ketupatnya ga jelasin sejelas-jelasnya
sih. Kalau kawan-kawan tahu, tidak ada sertifkat, wah mereka bisa marah besar.
dan kredibelitasku taruhannya. Ya Rabb kasih hamba solusi
anda punya solusi?
*JeELka = singkatan dari Jurnalistik, jurusanku
**Jenius = standar jeniusnya kampungku saja.