Selasa, 20 Mei 2014

Seorang Laki-laki Kecil Melamarku

Mungkin dia laki-laki pertama yang sangat pemberani mengungkapkan keinginan menikahnya denganku. Tapi, ku anggap  gurauan dan hiburan saja. Mesti sempat juga tersipu malu-malu lalu dibarengi tawa lepasku.

Mungkin ilustrasi rada ngak sesuai. heheh, tak da foto laen.

“Kalau saya sudah berumur 24 tahun, saya mau menikah dengan ustazah (saya),” kata Reza, laki-laki putih yang masih berusia 7 tahun itu kepadaku. Aku sempat terdiam dan tidak percaya murid TPA ku itu bisa mengucapkan kata-kata tersebut padaku yang sudah berumur 21 tahun. Namun tak lama, tawaku pun pecah dan hanya senyum tersipu setelah sebelumnya hanya terdiam tanpa bisa berucap sepatah kata pun. Ku perhatikan lebih jelas ke wajahnya. Apa yang salah dari anak ini. Ia tiba-tiba saja mengeluarkan kata-kata itu pada saat latihan pidato sedang berlangsung. 

“Ustazah manis, tapi kalau tidak ada tailalatnya, hahaha,” tertawa Reza lepas dan  terlihat puas sekali setelah mengataiku. Aku hanya bisa mencubit pipinya. Lalu ia berteriak, “Aw!” dengan cara yang centil. Kali ini sedikit dongkol aku padanya, ni anak kog jujur banget. Memang lah kulit wajahku yang kuning langsat tampak mencolok dengan 5 tailalat di muka.

Tak menunggu lama, aku langsung menjelaskan tentang apa yang barusan ia katakan dengan semampuku. Maklum, ini kali pertama menjumpai laki-laki kecil berfikiran dan berbicara dewasa. Posisi duduk antara aku dan Reza awalnya hanya setengah meter saja, namun cepat ku ubah dan menjauh darinya.

“Udah ya Reza, sekarang panggil kawan yang lain,” pintaku padanya untuk memanggil kawan lain yang sedang menunggu gilirannya. Setelah hari itu, saya berusaha lebih banyak membaca buku-buku psikologi dan parenting. Serta berdiskusi dengan pengajar yang sudah berpengalaman, supaya mendapatkan pencerahan. Karena pada saat saya lapor ke pihak TPA, mereka hanya menggap kelucuan semata. Namun tidak bagi saya, saya semakin penasaran dan mendalami karakter si anak. Bukan, bukan karena dia menyatakan perasaannya, tapi karena kekhawatiran saya akan masa depannya. Mungkin saja sebenarnya ia tidak betul-betul paham terhadap apa yang ia sampaikan tersebut.

Pada lain kesempatan saat aku sedang mengajar kelompok santriwan 6-9 tahun, Reza yang masih berumur 6 tahun sempat mengatakan hal aneh pula. Namun pada saat itu, sama sekali tidak ku hiraukan. Ketika itu aku bersikap tegas terhadap Reza yang melakukan kesalahan, rupanya ia mendongkol. Tak lama kemudian saat kuajak ia bicara namun ia malah mengatakan, “Eh, ngapain ngomong-ngomong sama saya lagi! Kita kan, sudah putus!” kata Reza setahun sebelumnya.
Santri-santri yang lain pun tak tinggal diam, memamfaatkan situasi dan ikut menggodaku. “Ciye...Ciye... Reza pacaran sama Ustazah...” kata Razi dan disambut secara koor oleh santri yang lain.

“Apa itu pacaran Nak? Kita ngak boleh ngomong yang kita belum tahu. Kita harus tahu dulu, baru ngomong,” jelasku yang belum banyak pengalaman mengajar. Sekitar tujuh orang anak dalam satu kelompok itu saling mengemukakan pendapat. Aku mendidik mereka memang demokratis, masing-masing boleh mengemukakan pendapat. Setelah itu barulah aku memberikan penjelasan kepada mereka. 

Sebagian besar anak menjelaskan dengan cara yang salah. Tapi tidak dengan si Reza, sepertinya ia sangat tanggap dengan masalah seperti ini. Dari mana ia mendapatkan pengetahuan sejauh itu, pikirku. Lalu ku luruskan masalah tersebut. Positif thinking saja, momen ini ku ambil untuk menjelaskan pengertian pacaran, hukumnya dalam agama Islam, bahaya, dsb. Anak-anak sekarang memang harus dijelaskan sejak dini. Namun tentu dengan batasan dan sesuai dengan umur mereka. Disinilah guru dituntut untuk leboh cerdas dan mengasah diri dengan banyak referensi. Pada saat aku menjelaskan, sempat aku bertanya lagi,
“Nah, boleh ngak pacaran itu?”
“Ngak...”jawab semua santri secara koor. Namun seperti ada satu suara sumbang disitu. Kuusahakan mendengar lebih jelas lagi.
“Siapa yang bilang boleh?” tanyaku lagi.
“Saya, Ustazah,” sahut Reza dengan tenang dan mengancungkan telunjuk.
“Ngak boleh, e...” kata kawannya yang lain.
Aku hanya diam, sengaja menunggu kelanjutan dari penjelasan si Reza. Kali ini semua mata tertuju padanya, menanti penjelasannya.
“Iya kan, Ustazah? Kalau sudah menikah, sudah boleh pacaran. Kan, sudah sah,” jawab Reza mantap sambil tersenyum puas.
“Em... iya, benar juga sih kata Reza. Pacaran baru boleh dilakukan setelah menikah,” jelasku dengan perasaan keheranan, tidak menyangka Reza bisa berfikir sejauh itu. Dengan mantap dan sangat cerdas. Cara berfikirnya luas, seperti bukan anak berumur 6 tahun saja.
“Nah, nikah itu bagaimana sih?” tanya Razi yang mulai antusias dengan topik ini.
“Nikah itu...” belum habis Reza bersuara, tapi dengan cepat aku terpaksa memotong. Aku khawatir jika Reza memberikan informasi yang belum terfilter sehingga bisa mempengaruhi kawan-kawan yang lain. Apalagi pikirannya tentang itu terlalu dewasa untuk anak seumurannya. Penjelasan ku ambil alih sekarang. Sedangkan Reza hanya terdiam dan terus menatap lekat-lekat ke arah wajahku. Seolah pura-pura tak tahu, aku pun juga melirik memperhatikan pola tingkahnya. Saat ku tatap ke arahnya, ia langsung memalingkan wajahnya.

Kisah ini adalah ironi pertumbuhan anak-anak masa kini. Ia terlalu dewasa saat usia masih kanak-kanak. Pengaruh pendidikan, pola asuh dan lingkungan sangat menentukan ia. Apa jadinya kelak ia setelah dewasa. Reza hanya salah satu fenomena gunung es. Dan ia hanya bersikap begitu kepadaku, sedangkan dengan guru-guru yang lain ia bersikap normal layaknya anka-anak seumurannya. Berkepribadian ganda, pikirku. Bisa jadi hal ini juga menimpa anak kita yang terlihat diam dan polos. Batasi pergaulan si kecil. Setelah beberapa kali mencari informasi tentang Reza, baru lah saya tau, ternyata “pengetahuannya” itu berasal dari seorang “Oom” kawan mainnya. Secara diam-diam ia juga memperhatikan bahkan melakukan  apa yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Termasuk browsing internet tanpa pengawasan. Sudah pasti semua sampah masuk ke otaknya, tanpa terfilter.





3 komentar:

  1. Balasan
    1. Kak Eki makasih ya dah baca. T_T terharu baru tau kakak ikut baca. hehe

      Hapus
  2. Good story kak😊
    Dinanti karya Kaka selanjutnya^^

    BalasHapus